Drs. Ayip Muflich,  SH,M.Si
Pelaksanaan Kegiatan Nasional yang diselenggarakan Direktorat Jenderal PMD, Kementerian Dalam Negeri seperti, Bulan Bhakti Gotong Royong Masyarakat (BBGRM), Lomba Desa dan Kelurahan, Hari Kesatuan Gerak PKK (HKG-PKK), dan Gelar Teknologi Tepat Guna (Gelar TTG) dapat dijadikan ajang pertemuan bagi para aparat pemerintah provinsi, kabupaten dan kota sebagai media untuk saling, tukar pengalaman dalam pelaksanaan berbagai program serta kebijakan.
          Hal tersebut dikatakan Direktur Jenderal PMD, Drs. Ayip Muflich, SH,MS.i dalam sambutan tertulisnya yang dibacakan oleh Sekditjen PMD, Drs. H. Achmad Zubaidi, M.Si, dalam Rapat Kerja Teknis Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (Rakernis PMD) Tahun 2011, di Pontianak. Rakernis PMD ini diselenggarakan di sela-sela kegiatan Peringatan Gerakan Nasional Bulan Bhakti Gotong Royong Masyarakat VIII (BBRGM) dan Hari Kesatuan Gerak PKK Ke- 39.
          Diharapkan, pertemuan tersebut menghasilkan suatu gambaran tentang permasalahan di daerah serta solusi yang dapat diambil untuk mengatasi  permasalahan tersebut. “Pemetaan terhadap berbagai isu-isu strategis serta solusi yang dihasilkan agar menjadi salah satu tolak ukur kita dalam merencanakan program dan kegiatan untuk tahun anggaran 2012 sehingga kebijakan yang dihasilkan oleh daerah dapat mendukung pemerintah dalam menanggulangi permasalahan nasional,” jelas Ayip.
          Menurut Dirjen,bahwa ujung tombak pembangunan nasional adalah pembangunan di tingkat pedesaan. Kebijakan ini kiranya dapatlah dipahami, mengingat dari sekitar 234,2 juta penduduk Indonesia, sekitar 14,15 % adalah penduduk miskin, dan mereka umumnya tinggal di perdesaan dan daerah kumuh perkotaan. “Untuk itu perlu kiranya kita duduk bersama dalam pertemuan ini untuk melakukan pemetaan terhadap berbagai permasalahan dan isu-isu strategis yang dapat kita angkat dalam rangka penanggulangan kemiskinan di wilayah  masing-masing,” kata dia.
          Dalam Rakernis PMD yang dipimpin Sekditjen, Drs. H. Achmad Zubaidi, M.Si, bertanya ke beberapa peserta yang berasal dari beberapa wilayah di Indonesia, apakah ada diantara para peserta yang hadir menginginkan agar provinsinya dijadikan kegiatan akbar BBRGM pada tahun 2012. Zubaidi pun dengan bijak menampung beberapa usulan yang menurut pendapatnya untuk melakukan kegiatan nasional tidak hanya melibat perorangan tetapi melibatkan banyak pihak dengan berbagai pertimbangan. Bahkan ketika ada peserta yang usul agar kegiatan tersebut diselenggarakan di Papua, Zubaidi berpendapat tidak semudah itu menyelenggarakan kegiatan nasional di sana, “Yang paling utama jadual penerbangan ke sana sangat terbatas, begitu juga sarana dan prasarana yang ada, “kata dia.
          Sementara itu, Direktur Kelembagaan dan Pelatihan Masyarakat, Direktorat Kelembagaan dan Pelatihan Masyarakat, Ditjen PMD, Drs. Nuryanto, MPA meminta kepada para peserta Rakernis PMD untuk mencermati makna penting dari kegiatan BBRGM yang senantiasa dihadiri oleh presiden RI. “Ada kajian politis bahwa nilai-nilai dan makna yang besar bagi bangsa jangan hanya terlihat pada bulan mei. Bulan Mei mewarnai 11 bulan lainnya bahwa semangat gotong royong ada di setiap bulan, “kata Nuryanto.
          Nuryanto meminta hendaknya kegiatan nasional BBRGM tidak sekedar seremonial semata, tetapi bermanfaat bagi masyarakat,” Kedepan kita wujudkan semangat gotong royong lebih ditingkatkan,”kata dia. Dalam Rakernis PMD ada beberapa point yang dibahas oleh para peserta diantaranya tentang BumDesa dan pasar desa, BBRGM dan HKG PKK  lomba desa/kelurahan, Gelar TTG dan Anugerah Si Kompak.


Terbatas SDM

            Kasubdit pengkreditan dan Simpan Pinjam, Direktorat Usaha Ekonomi Masyarakat, Anang Sudiana,SE,MM, mengungkapkan, BumDesa dinilai kurang banyak. Hal ini disebabkan, terbatasnya SDM. “SDM yang mengelola BumDesa masih lemah karena kurangnya mengikuti Bintek. Seandainya sudah mengikuti Bintek, kerap dimutasi akibatnya menghambat perkembangan keberadaan  BumDesa,”kata anang yang berharap agar sosialisasi BumDesa dilaksanakan berulang-ulang sehingga mendorong desa untuk membentuk BumDesa. Menurut dia, masalah lain yang menyebabkan BumDesa kurang berkembang karena keuangan daerah yang terbatas. Daerah tidak memprioritaskan pembentukan BumDesa, “Untuk itu kemitraan dengan pemilik modal sangatlah dibutuhkan.
          Ia menambahkan, selain masalah BumDesa masalah lain adalah tentang pasar desa. Saat ini pasar desa dibanjiri pasar modern. Ini disebabkan lemahnya pengawasan, karena diperlukan proteksi keberpihakan pasar desa. Selain itu, terbatasnya dana untuk pembangunan pasar desa, provinsi juga kesulitan membangun pasar desa yang nyaman.
          “Masih adanya pengelolaan pasar desa oleh kabupaten, kepemilikan asset tidak jelas. Padahal bila diserahkan ke desa bisa dikelola dengan bagus karena dilaksanakan oleh desa itu sendiri,”kata dia seraya menambahkan, pengurusan pasar desa masih bersifat tradisional.Sehingga perlu diadakan Bintek,”.
          Sementara itu, Direktur Kelembagaan dan Pelatihan Masyarakat Direktorat Kelembagaan dan Pelatihan Masyarakat, Drs. Nuryanto, MPA menuturkan permasalahan-permasalahan yang kerap dialami dalam kegiatan BBRGM diantaranya banyak daerah belum menganggarkan kegiatan BBRGM. Belum libatkan SKPD lain, masih ada aparat PMD belum paham ke-PMDan sehingga perlu sosialisasi BBRGM.
          Sedangkan Direktur Pemberdayaan Adat dan Sosial Budaya Masyarakat, Direktorat Pemberdayaan Adat dan Sosial Budaya Masyarakat, Dr.Ir. Sapto Supono,M.Si, mengatakan agar pelaksanaan BBRGM dan HKG PKK tetap disatukan dengan alternatif  waktu awal Mei untuk pencanangan tingkat nasional dan akhir Mei untuk acara puncak di tingkat provinsi,”Pada acara puncak BBRGM dan HKG PKK diusulkan pula pemberian penghargaan kepada Pemda berprestasi,”katanya. (Liefyany)
Tags :DesaUjung Tombak Pembangunan Nasional


Peranan Desa dalam Desentralisasi dan Demokrasi
Oleh : Desi Ariani
Kita mengetahui bahwa desa yang termasuk dalam bingkai otonomi dearah terkadang sering terlupakan dalam konteks pembangunan dearah serta diikutkan dalam proses demokrasi.Yang selama ini kita mengetahui didalam kenyataan pada masyarakat terutama kurang dipedukan atau kurang dianggap terkait dengan peranan desa.Padahal jika mau mengembangkan peranan desa yang sebagai akar rumput dapat mendongkrak menuju kemajuan. Bukan hanya kemajuan dearah tersebut namun lebih dari pada kemajuan bangsa pada umumnya dengan sistem botton up bukan lagitop down. Hal ini seiring dengan otonomi UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang otonomi dearah yang memungkinkan untuk terwujudnya pemerintahan yang demokratis.
suasana pedesaan
suasana pedesaan
Desentralisasi dan demokratisasi merupakan dua hal yang tak terpisahkan.Sebaliknya demokrasi tanpa disertai demokratisasi sama saja memindahkan sentralisasi dan korupsi dari pusat ke daerah/desa.Sebaliknya demokrasi tanpa desentralisasi sama saja merawat hubungan yang jauh antara pemerintah dan rakyat, atau menjauhkan dari partisipasi masyarakat.Hal ini sesuai dengan pendapat Larry Diomond, bahwa tujuan penting desentralisasi adalah mendorong tumbuhnya demokrasi lokal. Mengingat akan pentingnya hal itu,maka di sini saya mencoba memberikan bagimana peranan desa diupayakan agar lebih mempunyai peran dalam demkrasi dan desentralisasi dan berbagai kelemahan-kelemahan dalam tahap implementasinya.
Dalam rangka pembangunan desa secara normatif masyarakat akar rumput sebenarnya bias menyentuh langsung serta berpartisipasi dalam proses pemerintahan di tingkat desa.Terutama dalam hal ini para perangkat desa yang berperan penting yang diharapkan menjadi pelindung dan pengayom warga masyarakat.Para pamong desa dan para elit lainnyua diharapkan dapat dituakan atau ditokohkan dan dipercaya oleh warga masyarakat untuk mengelola kehidupan publik maupun privat warga desa.Namun bisa dilihat dalam kenyataan empiriknya bahwa antara warga dan pamong desa mempunyai hubungan kedekatan secara personal yang mungkin diikat dengan tali kekerabatan maupun ketetanggaan, sehingga dua hungan itu lebih bersifat personal ketimbang hubungan yang bersifat publik. Hal ini akan mengaburkan urusan privat dan publik yang kemudian akan mengarah pada masalah keprofesionalan kinerja pegawai. Di sini dapat dilihat bahwa ternyata kinerja pamong desa masih menggunakan kriteria tradisional tidakmenggunakan kriteria modern (transparansi dan akuntabilitas).Masih menggunakan hubungan klientelistik dalam hubungan warga dan pamong terlihat pada kebiasaan untuk beranjangsana (jagong, layat dan sanja).
Dapat dikatakan bahwa pemerintahan desa menjadi spekrum kekuatan politik, maka kepala desa (lurah) merupakan personifikasi dan representasi pemerintahan desa. Dengan begitu kepala desa harus mengetahaui persoalan warga masyarakat dan menampung aspirasi setiap warga sehingga dalam hal ini di mata masyarakat kepala desa mempunayai legimitasi.Yang berarti pengakuan rakyat terhadap kekuasaan dan kewenangan kepala desa dalam mengerahkan dan mengatur warganya.
Warga biasanya terjebak pada saat pemilihan kepala desa. Kepala desa biasanya melakukan upaya-upaya untuk bisa mengambil hati masyarakat dengan melakukan bebagai upaya legimitasinya untuk mempengaruhi masyarakat kembali sehingga legimitasi terus-menurus ada padanya.Umumnya kepala desa yakin betul bahwa pengkuan rakyat sangat dibutuhkan untuk membangun eksistensi dan menopang kelancaran kebijakan yang ia emban.Namun kepala desa pada umumnya membangun legimitasi dengan cara-cara yang sangat personal bukan institusional.Dengan begitu terkadang warga tidak puas akan hasil dari kinerja Kepala Desa yang hanya berupa topeng saja saat berkampanye, pidota saat ceremonial yang tak dirasakan bagi warga nmasyarkat secar langsung yang sudah sejak lama hidup dalam pragmatism dan konservatisme elite desa yang kemudian tidak memungkinkan warga untuk menyalurkan aspirasinya dan berbagai kelulahannya. Dengan birokrasi yang syarat dengan strukur desa yang bias elit sentralitik dan feodalitik.
Dengan begitu ada beberapa langkah agar dapat terlaksananya pemerintahan desa yang demokratis guna mendukung pemerintahan yang baik (good governance). Maka dibutuhkan suatu langkah yang tepat yang kemudian dapat diharapkan sedikit demi sedikit dapat membangun pemerintahan desa menuju yang lebih baik. Pertama, melakukan sebuah diolog warga desa dengan perangkat desa termasuk kepala desa untuk membahas permasalah-permasalahan yang timbul pada warga dilaukukan secara berkelanjutan. Kedua, mengembangkan jaringan horizontal antara satu denga dengan desa yang lain, sehingga kedekatan antara warga desa yang satu dengan yang dapat semakin erat yang kemudian akan saling mendukung guna memperlancar pembangunan desa.Ketiga, mendukung para LSM atau NGO untuk bergerak seluas-luasnya untuk mengkritisi pada pemerintahan desa, baik itu kebijakannya, perangkat desanya, Kepala Desa, dan output dari kebijakan itu.Dengan begitu pemerintahan desa mendapat masukan-masuk guna kemajuan desanya.
Demikian demikian kiranya yang dapat penulis ungkapkan agar untuk kedepannya dapat menjadi cermin dan langkah lebih revolusioner bagi kemajuan desa dalam mewujudkan pemerintahan desa yang lebih demokratis.



Mencermati Peranan Pemerintah Desa

September 6, 2009 dartana 
Semenjak disahkannya Undang-undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah serta Peraturan Pemerintah nomor 72 tentang Pemerintah Desa, ada peningkatan yang cukup signifikan tentang peran pemerintah desa dalam tata pemerintahan.
Mencermati kembali Undang-Undang 32/2004, tentang Pemerintahan Daerah, khususnya pada bagian kelima atau tepatnya pada pasal 212, kita maklum bahwa pasal itu menjelaskan tentang Keuangan Desa. Demikian pula dengan pasal 213 yang menjelaskan tentang kelembagaan ekonomi desa yang disebut dengan Badan Usaha Milik Desa (BUMDesa). Dua pasal ini tampak berpasangan, pasal 212 menegaskan tentang input “modal” pembangunan sosial dan ekonomi desa, sedangkan pasal berikutnya menegaskan tentang institusi ekonomi desa yang dapat digunakan untuk “sarana” peningkatan ekonomi desa. Dari Undang-undang dan PP tersebut sudah nampak adanya upaya untuk mengangkat kemandirian desa ( otonomi desa).
Pertanyaan mendasar yang kemudian muncul, apakah semudah itu? Apakah desa telah siap untuk melaksanakan otonomi tersebut? Benarkah pemerintah telah concern untuk melaksanakan otonomi desa?. Satu hal lain yang harus kita cermati bahwa ternyata meskipun PP Nomor 72 Tahun 2005 telah memberikan ruang yang lebih luas kepada Kepala Desa dan seluruh perangkat desa lain untuk mengatur masyarakatnya, namun masih memerlukan penyempurnaan di beberapa pasal agar tercapai hakekat dari otonomi desa yang sesungguhnya.